Menengok Kemajuan Sains di Era Kejayaan Islam (Kekhalifahan Abasiyyah)

Bila kita hendak menengok masa-masa kejayaan Islam pasca kenabian, maka hal itu akan merujuk ke salahsatu dinasti yang di bangun oleh keluarga Abasiyyah. Era itu, menurut sejarawan, merupakan era keemasan islam ketika ilmu pengetahuan begitu maju dengan pesatnya diiringi luas wilayah Islam yang membentang dari timur hingga ke barat, ke afrika, asia, hingga mencapai eropa (di Andalusia dan Cordoba). Tentu saja banyak masalah internal terjadi kala itu seperti pemberontakan, klaim khalifah di setiap wilayah, munculnya berbagai aliran pemikiran dan teologi, serta lain sebagainya. Tetapi era itu juga ditandai dengan kondusifnya suasana untuk proses perkembangan ilmu pengetahuan yang pernah terjadi di islam atau bahkan di dunia pada umumnya. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi ; berpihaknya penguasa terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, berlimpahnya sumber daya materiil dan finansial untuk proses perkembangan ilmu mulai dari proses pencarian buku, translasi, pengembangan, proses kreatif penulisan, riset, aplikasi dan penerapan, motivasi keagamaan dari Nabi, penguasaan dan dominasi di sektor pengetahuan dan lain sebagainya.

download.jpg
Ilustrasi para cendekiawan Islam yang sedang mendiskusikan sesuatu dengan sangat terbuka.

Di Era ini pula, yang ditandai dengan tumbuh suburnya pemikiran yang terbuka, memberi jalan kepada proses pertumbuhan sains dan filsafat Yunani. Para pemikir, ilmuwan, cendekiawan seolah mendapat angin segar dan memperoleh tempat istimewa di mata penguasa. Mereka di dorong untuk berinovasi dan memberikan yang terbaik untuk kemudahan umat, untuk kejayaan islam, untuk kebermanfaatan bagi individu itu sendiri. Setiap orang berlomba-lomba mempersembahkan karya-karya terbaiknya, yang hampir mencakup segala bidang ilmu pengetahuan, sehingga tidak mengherankan pada era itu bermunculan orang-orang dengan pemikiran yang holistic, integratif, luas, penuh talenta dan multidisiplin. Orang bisa menguasai agama, sekaligus ahli di bidang lain ; astronomi, matematika, sains (fisika, kimia dan biologi), kedokteran, hingga filsapat. Motivasi dasarnya adalah agama dan perintah dari Rasul sendiri melalui hadits. Intinya, secara langsung maupun tidak langsung, Islam memang sangat menekankan dan mendorong pengembangan ilmu pengetahuan hingga ke batas maksimalnya, itu semua tidak lain sebagai bentuk penghambaan juga. Sebagai bentuk ibadah. Karya-karya mereka lahir atas motivasi tinggi untuk mempersembahkan yang terbaik untuk dunia ini, bukan sekedar untuk umat Islam. Karena mereka sadar, bahwa dengan kerja-kerja terbaik mereka, mereka mengharapkan dunia ini bisa menjadi semakin lebih baik dan nyaman untuk ditempati.

3 bidang ilmu yang menjadi fokus pengembangan ; Astronomi praktis, Kedokteran dan Filsafat.

Ada alasan tersendiri mengapa 3 bidang ilmu ini mendapatkan perhatian lebih di era keemasan islam ketika kekhalifahan Abasiyyah (selanjutnya rujukan kepada terminology kejayaan islam mengacu ke masa islam Abasiyyah, khususnya di era pemerintahan Khalifah al-Makmun dan al-Manshur), yaitu karena 3 bidang ilmu itu secara langsung berdekatan dengan sarana yang dibutuhkan untuk ibadah yang ada di dalam islam sendiri.

Pertama adalah Astronomi praktis atau Astronomi terapan. Bidang ilmu ini diperlukan untuk penetapan waktu shalat, puasa, dan ibadah lainnya, termasuk penetapan arah ka’bah untuk wilayah yang sudah jauh dari mekah dan Madinah, hal ini membuat astronomi praktis menjadi bidang ilmu yang dikembangkan secara pesat hampir dimana-mana, bahkan profesi semacam pengatur waktu shalat tersedia hampir di setiap masjid-masjid untuk menetapkan waktu shalat secara presisi (mereka dinamakan Muwaqqit). Hal ini pada gilirannya membuat matematika mempunyai cabangnya yang baru ; trigonometri.

Kedua, adalah kedokteran, bidang ilmu ini jelas berhubungan dengan pelayanan terhadap kesehatan yang dianjurkan dalam Islam. Motivasi untuk memberikan pelayanan kepada sesame menjadi factor yang sangat penting, terlebih anjuran Rasul untuk ‘menemukan obat di setiap penyakit’, menjadi motivasi tersendiri mengapa bidang ini juga pesat perkembangannya.

Terakhir, adalah filsafat. Bidang ini memang terkesan sedikit ekslusif karena melibatkan pemikiran yang radikal dan terkadang kontroversi, dari bidang ini lahirlah ilmu Teologi atau Kalam. Imam Ghazali menjadi salahsatu cendekiawan islam yang menolak keras pengembangan ilmu ini karena di khawatirkan akan menyesatkan umat dan membuat umat bingung. Tetapi kekhawatiran al-Ghazali di bantah oleh Ibnu Rusyd yang tidak sependapat dengannya dalam beberapa  hal.

Yang perlu diketahui juga bahwa era pengembangan ilmu-ilmu ini jauh setelah ilmu-ilmu agama sudah berdiri kokoh dan teguh dengan fundamentalnya semacam Fiqih, Hadits, Ushul Fiqih, Tauhid, Ilmu-ilmu syariah, dan haqiqat (tasawuf). Jadi para cendekiawan di era abasiyah praktis mempunyai fundamental agama yang sudah kokoh, adapun pengembangan dan eksplorasi mereka terhadap bidang ilmu-ilmu baru, secara tidak langsung juga masih berhubungan dengan agama. Intinya meraka memandang bahwa pengembangan bidang-bidang ilmu ini memang penting sebagai pelayan terhadap agama itu sendiri. Sains dan agama tidak di pisahkan dan bisa berjalan beriringan dalam satu track yang jelas, lurus dan saling menguatkan. Sehingga orang yang mempelajari sains tidak khawatir akan jauh atau tersesat dari agama. Dimensi keduanya berada dalam satu ruas yang sama, tidak ada pembedaan dan pendikotomian.

Sekelumit Sejarahnya

Dari buku The Enterprise of Science in Islam, dijelaskan bahwa antara tahun 800 hingga 1450 masehi merupakan waktu-waktu penting untuk mengkaji apa yang kita sebut sebagai “Sains eksakta” yang berlokasi di dunia islam multinasional yang begitu luas. Sains sendiri mencakup matematika (Aritmetika), Geometri dan Trigonometry serta aplikasinya di bidang astronomi, astrologi, geography, kartography, dan optika. Selama abad 8 dan 9, sains Yunani, kedokteran dan filsafat serta sains pra-Islam dari India dan Persia, sangat di apresiasi oleh peradaban Islam melalui proses translasi yang kompleks dari Pahlavi, Sanskrit, Yunani dan Syriac. Sementara pada abad ke 11 dan 12, kerja-kerja mereka dalam Bahasa arab yang begitu melimpah di terjemahkan ke dalam Bahasa latin.  Translasi ini sangat penting untuk kemunculan ‘Renaisans di abad 12” yang terjadi di Eropa yang nantinya memainkan peran yang cukup penting untuk Renaissans Francis di abad 16. Itu artinya disini terjadi proses transmisi lintas budaya bahkan lintas peradaban ; dari peradaban Yunani, India dan Persia ke Islam lalu di transmisikan ke Eropa. Memang proses transmisi ini juga melibatkan kerja-kerja kreatifitas diantara budaya-budaya itu yang kompleks, karena masing-masing budaya mempunyai worldviewnya sendiri-sendiri yang berbeda. Tetapi point pentingnya bahwa kesinambungan dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan itu tidak terputus dan tidak di mulai dari nol, semuanya mempunyai kontribusi masing-masing. Dalam proses perjalanan transmisinya itu, pasti ada perubahan dan penyempurnaan hingga ke bentuknya yang sekarang. Melalui berbagai koreksi dan komentar kritis dari masing-masing peradaban.

Ketika para saintis dan cendekiawan melanjutkan kerja-kerja besar dan penting dari masa lalu, mereka menemukan banyak informasi tentang bagaimana peradaban awal berusaha mengatasi masalah-masalah dalam kehidupan, seperti di bidang kedokteran misalnya. Itu sangat membantu sekali, pada akhirnya mereka bisa mendapatkan pemahaman terbaik tentang bagaimana para praktisi kesehatan di masa lampau menemukan penemuannya (*imho, konteks penemuan selalu menarik). Informasi semacam itu berkontribusi terhadap pemahaman kita hari ini dari sains kedokteran. Eksistensi virus baru diketahui di pertengahan abad 19, sebagai penyebab dari segala penyakit. Artinya progress ilmu-ilmu pengetahuan di berbagai bidang itu  tak pernah bergerak linear. Lucu juga kan membayangkan bahwa sebelumnya, termasuk di era kejayaan Islam, para dokter beranggapan bahwa sebab penyakit adalah karena adanya ketidakseimbangan cairan dalam tubuh (liquor), makanya preventif dan pengobatan mereka adalah dengan mengelurkan sebagian cairan dalam tubuh (darah) seperti dengan bekam, untuk menyeimbangkan kuantitas cairan tubuh tersebut.

“Jangan lupakan sejarah sains di dunia Islam”

Setidaknya ada mitos-mitos yang menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan berhenti dengan jatuhnya Roma dan baru berjalan kembali di abad ke-17. Itu artinya ada kekosongan hingga 800 tahun, padahal waktu selama ini diisi oleh penjelajahan sains yang sangat bernas dan haibat oleh Islam zaman pertengahan dan bagaimana pengaruhnya bagi pemikiran sains barat. Kita bisa mengatakan beberapa sejarawan yang cukup objektif dalam sejarah sains dan Islam seperti Abdel Hamid Sabra, David King, Jamil Ragep dan George Saliba dari Harvard University. Mereka-mereka ini yang masih, dengan tradisi ilmiah yang tinggi, mengakui kontribusi peradaban islam dan tidak melupakannya sama sekali.

***

Pertama, Kemajuan di bidang kedokteran

Sungguh jarang bidang sains, pelayanan masyarakat dan kewajiban keagamaan bekerja sama sedemikian dekat dan produktifnya di awal masa kejayaan Islam selain di ilmu kedokteran. Nabi Muhammad sering menekankan pentingnya kesehatan dan makan yang sehat. Beliau juga mendorong masyarakat untuk mencari perawatan dokter dan menurut riwayat pernah bersabda ; “Berobatlah, karena Allah tidak pernah menciptakan penyakit tanpa menyediakan obat untuk penyakit itu kecuali satu penyakit – Usia tua”.

Tentu saja ada alasan yang lebih praktis untuk mengembangkan ilmu kedokteran di imperium islam baru itu. sebagai contoh, sering ditemui luka peperangan sebagaimana penyakit system pencernaan dan infeksi, yang ditularkan, seperti di zaman sekarang, bersamaan dengan pergerakan prang-orang melintas perbatasan, dan masuk ke dalam berbagai kota Islam baru seperti Baghdad. Selain itu, alasan keagamaan juga menyebabkan banyak orang terjun ke dalam profesi kedokteran ini, begitu pula kegairahan dalam pencarian ilmu dan prospek karier yang menggiurkan. Para dokter ini lah yang berada di garis depan penelitian dan praktek.

Sejumlah rumah sakit yang ada saat itu cukup maju dan para dokter di zaman islam seringkali menyediakan pengobatan yang efektif. Satu hal yang pasti adalah ilmu kedokteran yang berasal dari zaman islam masuk ke eropa di abad-abad selanjutnya, mungkin lebih banyak dibandingkan ilmu pengetahuan islam lainnya. Serangkaian buku karya dokter dan ahli bedah seperti Hunayn ibn Ishaq, Ibnu Sina dan al-Zahrawi (ahli bedah) sudah banyak digunakan di berbagai universitas di eropa selama berabad-abad. Popularitas mereka menurun setelah dasar teori yang digunakan, yaitu teori empat cairan tubuh (humour), digantikan oleh teori kuman penyakit.

Kedua, Astronomi

Banyak alasan yang menyebabkan menjulangnya ilmu astronomi di dalam islam, selai rasa penasaran yang alami dan hasrat untuk memperoleh ilmu. Perjalanan melintasi imperium yang sangat luas, termasuk lautan dan padang pasir yang luas, membutuhkan bantuan navigasi yang hanya bisa disediakan oleh bintang-bintang. Terlebih, langit malam arabia adalah langit malam yang indah. Udara padang pasir memastikan adanya ruang pandang yang bagus, dan bagi para pedagang yang berjalan di malam hari untuk menghindari teriknya panas di siang hari, bintang-bintang telah dijadikan tuntunan selama perjalanan melalui bentang alam yang tidak mempunyai ciri khas, jauh sebelum datangnya Nabi Muhammad. Mungkin karena itulah nama-nama arab sekian banyak bintang ; Aldebaran, Betelgeuse, formalhaut, Rigel, Deneb, altair dan banyak lainnya berasal dari masa-masa kuno itu.

Dalam bukunya, Ehsan Masood, menjelaskan begini ;

Setidaknya ada tiga ajaran islam yang memberikan implikasi kepada astronmi. Pertama-tama, umat muslim diwajibkan melaksanakan shalat lima waktu setiap hari ; saat matahari terbenam, malam hari, fajar, tepat setelah tengah hari dan sore hari. Pada masa-masa belum ditemukannya jam alarm, penentu waktu tidak begitu mudah dilakukan. Satu-satunya cara untuk memastikan kapan saatnya melakukan shalat adalah mengamati sudut matahari atau bintang-bintang di langit. Dan jika dianggap sangat penting untuk melakukan shalat di saat yang tepat, maka semakin akurat perhitungan yang dilakukan semakin baik. Perlu upaya yang diselenggarakan bersama oleh para ahli astronomi untuk melakukan perhitungan ini dalam cara sedemikian rupa sehingga waktu shalat yang telah ditentukan tidak lewat dari seharusnya. Sebagai contoh, metode matematika untuk menentukan waktu di malam hari adalah dengan menentukan sisi atau sudut yang tidak diketahui pada sebuah segitiga besar antara bumi dan langit, dari sisi dan sudut yang sudah diketahui. Di salahsatu sudut segitiga itu adalah letak titik bintang tertentu. Di sudut lainnya adalah kutub langit utara – titik di langit yang dikelilingi bintang-bintang yagn berotasi. Sudut ketiga adalah zenith, titik tertinggi yang bisa di capai bintang yang muncul di malam hari. Upaya itu mendoong berkembangnya perhitungan astronomi dan matematika trigonometri yang terkait ke tingkat yang lebih tinggi.

Kedua, umat muslim diperintahkan untuk melaksanakan shalat menghadap kakbah di mekkah. Arah itu disebut kiblat dan banyak hali astronomi dan matematika yang bekerja keras mendapatkan arah kiblat yang benar. Itu masalah yang cukup pelik karena permukaan bumi melengkung sehingga diperlukan upaya sangat keras untuk menentukan arah tertentu diatas permukaan yang melengkung. (Menariknya, tidak pernah muncul pertanyaan di dunia islam zaman itu tentang apakah Bumi itu memang bentuknya bulat atau tidak 😀 ). Perhitungan itu adalah perhitungan geometri bola yang rumit dan juga menuntut pengamatan yang sangat akurat akan titik-titik referensi di langi malam – karena kesalahan sekecil apapun bisa mengacaukan perhitungan.

Ketiga, kalender islam terdiri atas dua belas bulan komariah setiap tahunnya. Setiap bulan komariah dimulai dengan terlihatnya bulan sabit. Memprediksikan kapan munculnya hilal (bulan sabit) telah menjadi tantangan yang sangat besar bagi para ahli astronomi muslim zaman itu.

Tidak dipungkiri bahwa pijakan ilmu astronomi yang dijadikan pegangan astronom muslim zaman itu adalah karyanya Ptolemeus, almagest. Termasuk karyanya yang lain seperti Hipotesis planet (yang menjelaskan teorinya tentang pergeraka planet) dan table praktis untuk meramalkan pergerakan planet dan bintang. Pada awalnya, muncul kebutuhan akan zij, table pergerakan benda angkasa, yang paling baru dan akurat. Sejumlah table baru diperlukan untuk tujuan keagamaan dan sebagai alat bantu navigasi. Dan oleh karenanya dimulailah proyek raksasa yang tidak pernah berakhir untuk membuat zij berdasarkan observasi dan penghitungan ulang.

Zij yang dibuat itu sepenuhnya berdasarkan model Ptolemeus yaitu handy tables. Berbagai observatorium yang didirikan di kekhalifahan islam berlomba-lomba membuat dan memperbaharui table zij ini. Observatorium paling besar dan spektakuler didirikan di Maragha di Persia dan di Samarkand (abad ke 13 dan 15 oleh Jengis khan dan Timur lenk). Dengan menggunakan observatorium itu bersama dengan penghitungan yang semakin canggih dalam geometri bola dan trigonometri, para ahli astronomi arab membuat pengukuran dunia dan langit yang semakin hari semakin akurat. Mereka menghitung kemiringan poros bumi, mendapatkan angka yang luar biasa dekat dengan perhitungan dunia modern, dan memperbaiki penghitungan pergerakan – rotasi pelan kemiringan poros bumi selama hampir 26.000 tahun. Mereka juga menghitung lingkar bumi dan mendapatkan angka 24.835 mil (bandingkan dengan pengukuran di zaman sekarang yaitu 24.906 mil) dan mengukur bagaimana titik terjauh bumi dari matahari bergerak beberapa detik setiap tahunnya.

Ketiga, Sains (Matematika, Fisika (bidang Optika), dan Kimia)

George Sarton, dalam bukunya, Introduction to the history of science, mengatakan bahwa Dalam matematika Yunani, angka bisa dikembangkan hanya dengan proses penambahan dan pengalian yang sangat melelahkan. Berbagai symbol aljabar Khawarizmi mengandung potensi adanya angka yang tidak terbatas. Jadi kita mungkin bisa mengatakan bahwa perkembangan dari aritmetika ke aljabar merupakan langkah dari ‘ada’ ke ‘menjadi’, dari dunia Yunani ke dunia Islam yang hidup.

Tidak berlebihan memang, karena untuk urusan angka dan matematika, warisan Islam sangat besar dan tidak bisa diperdebatkan. Al-Khawarizmi dengan system aljabar dan angka nolnya memberikan jalan bagi matematika kepada sesuatu yang tak terbatas. Salahsatu kontribusinya yang terbesar adalah membuat tuntunan yang sangat lengkap mengenai system angka yang berasal dari india sekitar tahun 500 M. system ini, yang kelak disebut sebagai system angka arab karena datang ke eropa melalu khawarizmi, menjadi dasar system angka modern kita. Awalnya system ini diperkenalkan oleh alKindi, dan di bukukan oleh Khawarizmi dengan lengkap. Unsur yang sangat penting dalam konsep ini adalah angka nol.

Sementara dalam karyanya tentang alJabar,  alKhawarizmi bekerja dengan dua hal yang kini kita kenal dengan penghitungan linear, yaitu perhitungan yang hanya melibatkan angka satuan, tanpa pemangkatan, dan penghitungan kuadratika yang melibatan pangkat dan akar. Gagasan alKhawarizmi adalah setiap penghitungan dengan mengombinasikan kedua proses ini ; al-Jabr dan al-Muqabala (melengkapi dan menyeimbangkan). Dengan gagasan ini, alKhawarizmi berhasil mencari solusi atas problem kuadrat, bahkan, hampir taka da matematikawan sebelum dirinya (termasuk Euklides, Brahmagupta, Diofantos dan Pythagoras sekalipun) yang menemukan solusi yang bisa menyelesaikan semua jenis kuadratika.

Selain alKhawarizmi, banyak cendekiawan arab lainnya yang menggali matematika. Memang, matematika menjadi dasar bagi banyak hal, mulai dari menghitung pajak dan warisan sampai menghitung arah mekkah, sehingga sulit menemukan seorang cendekiawan yang tidak pernah menggali ilmu matematika dalam kehidupannya. Tetapi bukan hanya penerapannya yang praktis saja yang menarik bagi para cendekiawan, mereka malah mulai mendorong ilmu matematika sampai ke batas pemikiran manusia.

Nama-nama seperti Hassan ibnu al-Haitsam (Kairo, abad 11), berhasil meletakan sejumlah prinsip dasar kalkulus integral yang digunakan untuk menghitung luas dan volume. Lalu ada Umar khayam (juga dikenal sebagai penyair), yang berhasil menemukan solusi atas tiga belas jenis perhitungan kubik — perhitungan yang melibatkan angka berpangkat tiga. Meskipun perhitungannya ini hanya bisa dikerjakan secara geometri, bukan aljabar (satu hal yang disesalinya dan ia berharap orang-orang setelahnya mampu menghitungnya dengan menggunakan aljabar). Umar khayam ini juga lah yang mencoba membuktikan postulat kelima Euklides (postulat kesejajaran). Postulat ini sangat memusingkan hingga belakangan (abad 19), matematikawan seperti Gauss pun menyadari bahwa geometri euklides ini mempunyai keterbatasan dan perlu dikembangkan ilmu geometri baru tentang ruang lengkung dan multidimensi.

Di Bidang Kimia, Jabir ibn Hayyan mempelopori penyelidikan dan eksperimentasi terhadap berbagai unsur kimia, termasuk metode atau teknik laboratorium dasar dan metoe ekperimental bagi ilmu kimia. Larutan semacam asam sulfat, HCl dan asam nitrat, berbagai proses penyulingan, sublimasi dan reduksi dan peralaan ilmiah semacam alembic dan tabung kimia, berasal dari kreatifitas orang ini. Sementara di bidang optika, respek yang tinggi diberikan kepada Ibnu al-Haitsam yang telah membawa optika mencapai tingkatan yang lebih tinggi. Pendapatnya dan kritiknya terhadap teori extramission yang membuktikan pengamatan, pembuktian dengan eksperimen dan otaknya yang jenius.  

Referensi :

Ehsan Masood, Science and Islam, 2009.

George Sarton, Introduction to the history of science.

The Enterprise of Science in Islam.

Leave a comment